INDONESIA KU

Thursday, November 21, 2013

KHITTAH NAHDLIYAH

A. Pengertian Dan Latar Belakang Khittah Nahdlatul Ulama'
    Secarah harfiyah, Kata "khittah" berasal dari bahasa arab yang berarti "garis". Kaitannya dengan Nahdlatul Ulama', kata "khittah Nahdliyah" Berarti "Garis-garis pendirian, perjuangan, dan kepribadian Nahdlatul Ulama'  baik yang berhubungan dengan urusan keagamaan, maupun kemasyarakatan, baik secara perseorangan maupun secara organisasi. fungsi Garis-garis itu dirumuskan sebagai "Landasan berfikir, bersikap, dan bertindak" bagi warga NU ysng harus tercermin dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.Ini berarti bahwa pikiran, sikap, dan tindakan warga NU, baik secara perorangan maupun organisatoris harus berdasarkan atas khittah Nahdliyah ini. Adanya Khittah NU dimaksudkan untuk mengetahui jati diri NU yang sesungguhnya. Dengan demikian, gagasan untuk kembali ke Khittah NU berarti ingin mengembalikan NU kepada tujuan awal didirikannya organisasi ini, yaitu sebagai organisasi sosial keagamaan (jam'iyah diniyah).
     Gagasan kembali pada Khittah NU sebenarnya sudah muncul sejak muktamar NU 1962 di solo. Sesudah itu dalam muktamar Bandung 1967 dan Muktamar Surabaya 1971 isu untuk kembali ke Khittah sudah tidak terdengar lagi. Hal ini karena ada trik - menarik antara keinginan untuk menjadikan NU sebagai organisasi politik dan keinginan untuk tetap menjadikan NU sebagai organisasi sosial keagamaan. Baru pada tahun 1950-an isu kembali ke khittah ini muncul kembali. isu ini muncul dilatarbelakangi oleh masalah politik, terutama keterlibatan NU dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
      Sebagaimana diketahui, Memasuki Orde Baru, terjadi penyederhanaan partai. pada tahun 1973 dideklarasikan berdirinya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi dari empat partai besar, yaitu : NU, Parmusi, PSII, dan Perti. Semula dalam peranan NU dalam PPP cukup besar karna hampir seluruh personalia pengurus pusat dijabat oleh tokoh - tokoh NU. Akan tetapi sejak kepemimpinan J.Naro peranan NU semakin berkurang karena personalia kepengurusan pusat didominasi unsur - unsur luar NU, terutama MI (Muslimin Indonesia). Aspirasi politik NU dalam Partai PPP pun semakin lama semakin tidak tesalurkan.
      Kondisi yang semacam ini menimbulkan gagasan - gagasan baru dalam lingkungan NU, di antaranya adalah gagasan "Kembali Kepada jiwa 1926". Gagasan ini ingin mengembalikan keberadan NU sebagai organisasi keagamaan yang sesungguhnya. Akhirnya Pada Muktamar XXVII di situbondo tahun 1984, NU secara resmi melepaskan diri dari kegiatan politik praktis dan membebaskan warganya untuk memilih dan menyalurkan aspirasi politiknya kepada partai - partai politik peserta pemilu.Dengan keputusan ini NU tidak akan menggabungkan diri secara organisatoris ke dalam organisasi politik manapun, tetapi juga tidak menentang organisasi sosial politik manapun juga, dan tidak akan menjadi partai politik sendiri.
      Sejak NU menetapkan untuk tidak terlibat pada politik praktis, maka pada saat itu NU menjadi jam'iyah diniyah, yaitu sebuah organisasi yang bergerak pada bidang sosial keagamaan. Pada saat itulah NU kembali pada garisnya semula, kepada Khittah dan jati diri aslinya.
B. Proses Perumusan Khittah NU
         Setelah disepakati kembali pada khittah, Langkah berikutnya adalah menyusun rumusan Khittah itu sendiri dalam sebuah teks yang sistematis. Sebagai Langkah awal penyusunan rumusan ini. KH. Ahmad Siddiq mulai menyusun sebuah buku kecil yang berjudul " Khittah Nahdliyah" pada tahun 1979, yakni menjelang Muktamar NU di Semarang. Buku inilah yang menjadi cikal bakal rumusan Khittah NU 1926.
            Untuk Selanjutnya, pada tanggal 12 Mei 1983, di Hotel Hasta Jakarta, 24 Tokoh NU berkumpul. Mereka membicarakan kemelut yang melanda NU dan bagaimana cara mengantisipasinya. Mula - mula mereka menginventarisasi gagasan - gagasan, kemudian membentuk Tim tujuh untuk pemulihan Khittah, yang bertugas merumuskan, mengembangkan dan memperjuangkan gagasan. Rumusan itu berjudul "Menatap NU Masa Depan", Rumusan itu kemudian ditawarkan dan disosialisasikan kepada berbagai kelompok yang ada diwilayah NU. Pendekatan demi pendekatan  dilakukan, dan hasil pertama kali yang menggembirakan adalah KH. Ali Ma'shum yang waktu itu menjabat sebagai Rais 'Am Syuriyah PBNU dan sejumlah ulama' lainnya memberikan restu. Maka segera dilaksanakan Musyawarah Nasional Alim Ulama' di Situbondo, tepatnya di PP asuhan KH. As'ad Syamsul Arifin, yakni Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo pada tahun 1983. Panitia penyelenggara adalah KH. Adurrahman Wahid dan kawan - kawan yang sebagian juga adalah tokoh - tokoh dalam tim tujuh.
Ada dua keputusan penting sebagai hasil dari Musyawarah ini, yaitu :
1. Penjernihan kembali pandangan dan sikap NU terhadap Pancasila, yang dituangkan dalam :
    a. Deklarasi tentang hubungan pancasila dengan islam
    b. Rancangan Muqaddimah Anggaran Dasar NU
2. Penetapan tekat kembali ke Khittah NU, yang dituangkan dalam pokok - pokok pikiran tentang "Khittah 1926"
             Setidak - tidaknya hasil keputusan Munas sebagaimana diatas menjadi titik terang akan tekad NU untuk kembali ke Khittah-Nya. Keberhasilan ini di tindak lanjuti dengan Muktamar ke - 27 yang diadakan di Situbondo pada tahun 1984. Dalam Muktamar ini disepakati dan ditetapkan bahwa NU kembali ke Khittah 1926.

Wednesday, November 20, 2013

MASA ORIENTASI PELAJAR (MOP) MA. MA'ARIF 19 HASYIM ASY'ARI KEDUNGMEGARIH

MASA ORIENTASI PELAJAR (MOP)
MA. MA'ARIF 19 HASYIM ASY'ARI KEDUNGMEGARIH


 Tujuan orientasi siswa baru adalah sebagai berikut:
1. Agar siswa mengenal lebih dekat mengenai diri mereka sendiri di tengah-tengah lingkungan barunya.
2. Agar siswa mengenal lingkungan sekolah, baik lingkungan fisiknya maupun lingkungan sosialnya.
3. Pengenalan lingkungan sekolah sangat penting bagi siswa dalam hubungannya dengan:
a. Pemanfaatan semaksimal mungkin layanan yang diberikan oleh sekolah.
b. Sosialisasi diri dan pengembangan diri secara optimal.
c. Menyiapkan siswa secara fisik, mental, dan emosional agar siap menghadapi lingkungan baru sekolah.


 barat seorang ibu yang sedang mengandung, tentu perlu mempersiapkan kelahiran anaknya dengan sebaik-baiknya. Begitu juga degan sebuah sekolah yang akan menyambut kedatangan siswa baru, supaya anak-anak baru itu bisa masuk sekolah dengan gembira, optimis, tahu tentang apa yang harus dilakukan, tahu dan mau menjalankan proses belajar dan menerima kebijakan sekolah.


 kita tidak akan tau keberadan lingkungan sekolah kita yang baru, tanpa ada kegiatan Masa Orientasi Pelajar (MOP), Yang menjadikan kita mengerti tentang sekolahan kita yang baru.


 sekolah di Ma. Ma'arif 19 Hasyim Asy'ari Kedungmegarih sangat menyenangkan, teman temannya asyik, gurunya tidak menyeramkan (galak) malah gurunya asyik asyik.

Sunday, November 17, 2013

Dasar Dasar Faham Keagamaan NU?

Nu mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran Islam Alquran, Al Hadits, Al Ijma’ dan Al Qiyas dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya tersebut, NU mengikuti Faham Ahlusunnah Wal Jamaah dengan menggunakan jalan pendekatan (Al Madzhab) di bidang Aqidah NU mengikuti ajaran yang dipelopori oleh Imam Abu Mansur Al Maturidi, dibidang fiqih NU mengikuti jalan pendekatan salah satu dariMuhammad bin Idris Assyafii dan Imam Ahmad bin Hambal, dibidang tassawuf NU mengikuti antara lain Imam Junaidi Al bagdadi dan Imam Al ghazali serta Imam imam yang lain.
NU mengikuti pendirian bahwa, Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh NU bersifat menyempurnakan nilai nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi cirri cirri suatu kelompok manusia, seperti suku maupun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai nilai tersebut.
Sikap Kemasyarakatan NU
Dasar dasar pendirian keagamaan NU menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada :
  • Sikap tawasuth dan I’tidal
  • Sikap tasamuh
  • Sikap tawazun
  • Sikap tawasuth dan I’tidal berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah tengah kehidupan bersama. NU dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim).
  • Sikap tasamuh sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan, terutama yang bersifat furu’ atau yang menjadi masalah khilafiyah serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
  • Sikap tawazun sikap seimbang dan berkhidmah, menyerasikan khidmah kepada ALLAH SWT khidmah kepada kepada sesama manusia serta lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu dan masa kini serta masa yang akan datang
  • Sikap amar ma’ruf nahi munkar. Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai nilai kehidupan.

Saturday, November 9, 2013

PERANAN NAHDLATUL ULAMA' (NU) DALAM DINAMIKA SEJARAH INDONESIA

  • NU PADA MASA PENJAJAHAN BELANDAPada awal pereode berdirinya, NU lebih mengutamakan pembentukan persatuan dikalangan umat Islam untuk melawan colonial belanda. Untuk mempersatukan umat islam, KH. Hasyim As’ary melontarkan ajakan untuk bersatu dan menhajukan prilaku moderat. Hal ini diwujudkan dalam sebuah konfederasi, Majlis Islam A’la Indonesia(MIAI) yang dibentuk pada tahun 1937. Perjuangan NU diarahkan pada dua sasaran, yaitu : Pertama, NU mengarahkan perjuanganya pada upaya memperkuat aqidah dan amal ibadah ala ASWAJA disertai pengembangan persepsi keagamaan, terutama dalam masalah social, pendidikan, dan ekonomi. Kedua; Perjuangan NU diarahkan kepada kolonialisme Belanda dengan pola perjuangan yang bersifat cultural untuk mencapai kemerdekaan. Selain itu, sebagai organisasi social keagamaan NU bersikap tegas terhadap kebijakan colonial Balanda yang merugikan agama dan umat Islam. Misalnya : NU menolak berpartisipasi dalam Milisia (wajib militer), menetang undang-undang perkawinan, masuk dalam lembaga semu Volksraad, dan lain-lain.
  • NU PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
    Pada masa penjajahan Jepang semua organisasi pergerakan nasional dibekukan dan melarang seluruh aktivitasnya, termasuk NU. Bahkan KH. Hastim Asy’ary (Rois Akbar) dipenjarakan karena menolak penghormatan kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah timur pada waktu-waktu tertentu. Mengantisipasi prilaku Jepang, NU melakukan serangkaian pembembenahan. Untuk urusan ke dalam diserahkan kepada KH. Nahrowi Thohir sedangkan urusan keluar dipercayakan kepada KH. Wahid Hasyim dan KH. Wahab Hasbullah. Program perjuangan diarahkan untuk memenuhi tiga sasaran utama, yaitu : Menyelamatkan aqidah Islam dari faham Sintoisme, terutama ajaran Shikerei yang dipaksakan oleh Jepang. Menanggulangi krisis ekonomi sebagai akibat perang Asia Timur Bekerjasama dengan seluruh komponen Pergerakan Nasional untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan. Setelah itu, Jepang menyadari kesalahanya memperlakukan umat Islam dengan tidak adil. Beberapa organisasi Islam kemudian dicairkan pembekuanya. Untuk menggalang persatuan, pada bulan Oktober 1943 dibentuk federasi antar organisasi Islam yang diberi nama Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Pada bulan Agustus 1944 dibentuk Shumubu(Kantor Urusan Agama) untuk tingkat pusat, dan Shumuka untuk tingkat daerah.
  • NU PADA MASA KEMERDEKAAN
Pada tanggal 7 September 1944 Jepang mengalami kekalahan perang Asia Timur, sehingga pemerintah jepang akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Untuk itu dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI berangggotakan 62 orang yang diantaranya adalah tokoh NU (KH. Wahid Hasyim dan KH. Masykur).
Materi pokok dalam diskusi-diskusi BPUPKI ialah tentang dasar dan bentuk Negara. Begitu rumitnya pembahasan tentang dasar dan falsafah Negara makadi sepakati dibentuk “Panitia Sembilan”. Dalam panitia kecil ini NU diwakili oleh KH. Wahid Hasyim, hasilnya disepakati pada dasar Negara mengenai “Ketuhanan” ditambah dengan kalimat “Dengan kewajiaban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluknya”. Keputusan ini dikenal dengan “Piagam Jakarta”.
Sehari setelah Indonesia merdeka, Moh Hatta memanggil empat tokoh muslim untuk menanggapi usulan keberatan masyarkat non muslim tentang dimuatnya Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD 1945. Demi menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, KH. Wahid Hasyim mengusulkan agar Piagam Jakarta diganti dengan “Ketuhanan yang Maha Esa”. Kata “Esa” berarti keesaan Tuhan (Tauhid) yang ada hanya dalam agama Islam, dan usul ini diterima.
Pada 16 September 1945 tentara Belanda (NICA) tiba kembali di Indonesia dengan tujuan ingin kembali menguasai Indonesia. Melihat ancaman tersebut, NU segera mengundang para utusan dan pengurus seluruh Jawa dan madura dalam sidang Pleno Pengurus Besar pada 22 Oktober 1945. Pada rapat tersebut dikeluarkan “Resulusi Jihad” yang secara garis besar berisi :
Kemerdekaqan Indonesia wajib dipertahankan
Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah wajib dibela dan diselamatkan.
Musuh RI , terutama Belanda pasti akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
Umat Islam terutama warga NU wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawanya yang hendak kembali menjajah Indonesia.
Kewajiban Jihad tersebut adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim (Hukumnya fardlu ‘Ain).
Resulusi Jihad ini benar-benar menjadi inspirasi bagi berkobarnya semangat juang Arek-Arek Surabaya dalamperistiwa 10 November 1945 yang dikenal dengan”Hari Pahlawan”.
  • NU DALAM MENGISI KEMERDEKAANSetelah Proklamasi kemerdekaan, hamper semua organisasi Islam sepakat menjadikan MASYUMI sebagai partai politik, termasuk NU. Namun pada tahun 1950 NU memutuska untuk keluar dari MASYUMI karena terjadi konflik intern. Pada Muktamar NU ke -19 di Palembang 1952 memutuskan menjadi Partai Politik, dengan demikian NU memasuki  dunia politik secara otonom dan terlubat langsung dalam persoalan-persoalan Negara. Untuk melapangkan jalan di dunia polotik, NU masuk dalam kabinet Ali Sastro Amijoyo, seperti KH. Zainul arifin (wakil perdana mentri), KH.Masykur (menteri Agama), begitu pula dengan susunan kabinet yang lain .Pada tahun 1955 diadakan pemilu yang pertama diIndonesia, NU mampu meraih suara terbanyak ketiga setelah PNI dan PKI. Hal ini tidak lepas dari peran Kyai dan Pesantren sebagai kekuatan pokok NU. Pada pereode 1960-1966 NU tampil menjadi kekuatan yang melawan komunisme, hal ini dilakukan dengan membentuk beberapa organisasi, seperti : Banser (Barisan Ansor Serba Guna), Lesbumi (lembaga Seni Budaya Muslim), Pertanu (Persatuan Petani NU), dan lain-lain. Pada tanggal 5 Oktober 1965 NU menuntut pembubaran PKI